Jumat, 19 Agustus 2011

Faktor-faktor pendorong sosial budaya dan hubungan perubahan sosial budaya

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)
LAMADDUKELLENG – SENGKANG
2011/2012
 Faktor pendorong sosial budaya

 Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan. Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial, yaitu:

1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.
Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.
2. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah perubahan atau tidak.
3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.
Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.
4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
6. Penduduk yang heterogen.
Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat untuk mencapai keselarasan sosial.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu.
Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya.
8. Orientasi ke masa depan.
Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.
Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan.

 Faktor penghambat perubahan sosial budaya:
Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono Soekanto, ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung konservatif.
4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested interest).
5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.
6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.

 Hubungan perubahan sosial budaya

Perubahan adalah sebuah kondisi yang berbeda dari sebelumnya. Perubahan itu bisa berupa kemajuan maupun kemunduran. Bila dilihat dari sisi maju dan mundurnya, maka bentuk perubahan sosial dapat dibedakan menjadi:

1. Perubahan sebagai suatu kemajuan (progress)
Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat. Hal ini tentu sangat diharapkan karena kemajuan itu bisa memberikan keuntungan dan berbagai kemudahan pada manusia. Perubahan kondisi masyarakat tradisional, dengan kehidupan teknologi yang masih sederhana, menjadi masyarakat maju dengan berbagai kemajuan teknologi yang memberikan berbagai kemudahan merupakan sebuah perkembangan dan pembangunan yang membawa kemajuan. Jadi, pembangunan dalam masyarakat merupakan bentuk perubahan ke arah kemajuan (progress).

Perubahan dalam arti progress misalnya listrik masuk desa, penemuan alat-alat transportasi, dan penemuan alat-alat komunikasi. Masuknya jaringan listrik membuat kebutuhan manusia akan penerangan terpenuhi; penggunaan alat-alat elektronik meringankan pekerjaan dan memudahkan manusia memperoleh hiburan dan informasi; penemuan alat-alat transportasi memudahkan dan mempercepat mobilitas manusia proses pengangkutan; dan penemuan alat-alat komunikasi modern seperti telepon dan internet, memperlancar komunikasi jarak jauh.

2. Perubahan sebagai suatu kemunduran (regress)
Tidak semua perubahan yang tujuannya ke arah kemajuan selalu berjalan sesuai rencana. Terkadang dampak negatif yang tidak direncanakan pun muncul dan bisa menimbulkan masalah baru. Jika perubahan itu ternyata tidak menguntungkan bagi masyarakat, maka perubahan itu dianggap sebagai sebuah kemunduran.

Misalnya, penggunaan HP sebagai alat komunikasi. HP telah memberikan kemudahan dalam komunikasi manusia, karena meskipun dalam jarak jauh pun masih bisa komunikasi langsung dengan telepon atau SMS. Disatu sisi HP telah mempermudah dan mempersingkat jarak, tetapi disisi lain telah mengurangi komunikasi fisik dan sosialisasi secara langsung. Sehingga teknologi telah menimbulkan dampak berkurangnya kontak langsung dan sosialisasi antar manusia atai individu.

Jika dilihat dari segi cepat atau lambatnya perubahan, maka perubahan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Evolusi dan Revolusi (perubahan lambat dan perubahan cepat)
Evolusi adalah perubahan secara lambat yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat mengalami perkembangan, maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks.

Revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Seringkali perubahan revolusi diawali oleh munculnya konflik atau ketegangan dalam masyarakat, ketegangan-ketegangan tersebut sulit dihindari bahkan semakin berkembang dan tidak dapat dikendalikan. Terjadinya proses revolusi memerlukan persyaratan tertentu, antara lain:

a. Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
b. Adanya pemimpin/kelompok yang mampu memimpin masyarakat tersebut.
c. Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.
d. Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
e. Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan program dan arah gerakan revolusi. Contoh perubahan secara revolusi adalah peristiwa reformasi (runtuhnya rezim Soeharto), peristiwa Tsunami di Aceh, semburan lumpur Lapindo (Sidoarjo).

2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
Perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola kehidupan masyarakat.

3. Perubahan yang Direncanakan dan Tidak Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi.

Perubahan yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan. Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah munculnya berbagai peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama ke Orde Baru dan peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.
Konflik, Disintegrasi, dan Intregrasi Bangsa: Konflik Aceh



Oleh:

HARIYADI


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM LAMADDUKELLENG
SENGKANG KABUPATEN WAJO

Pendahuluan

Perkembangan situasi global yang berdampak langsung terhadap politik nasional dari waktu ke waktu, turut pula mewarnai konflik yang berkepan-jangan Aceh, dimulai sejak masa perjuangan melawan penjajah Belanda, proklamasi kemerdekaan RI hingga bangsa Indonesia melak-sanakan pembangunan untuk mengisi kemerdekaan dalam wadah NKRI. Kurang tepat atau kelirunya kebijakan Pemerintah RI dalam penanganan Aceh selama ini merupakan titik krusial, yang dimanfaatkan oleh gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan melancarkan diplomasi di luar negeri maupun memperkuat sayap militernya di dalam negeri. Upaya-upaya tersebut mengarah kepada penguatan posisi (bargaining power) GAM vis-à-vis Pemerintah RI, termasuk membawa masalah Aceh ke forum internasional.
Berbagai upaya telah dijalankan Pemerintah di Aceh, baik di masa Orde Baru maupun Era Reformasi melalui jeda kemanusiaan sampai gelar operasi militer, belum mampu mengakhiri konflik secara sempurna dan belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam kerangka penyelesaian konflik Aceh secara menyeluruh. Tuntutan memisahkan diri dari NKRI semakin kental, bahkan lebih sebagai akumulasi kekecewaan dari pada sebuah pencarian solusi.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa masalah konflik Aceh merupakan masalah yang multi kompleks dan multi dimensional, akumulasi dari persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan kemanusiaan yang bersumber dari ketidakadilan, sehingga penyelesaian masalah Aceh diharapkan dapat diselesaikan secara komprehensif, menggunakan pendekatan multidimensi dan tidak hanya bersifat jangka pendek (ad-hoc) tetapi juga jangka panjang.
Konflik yang berkepanjangan di Aceh semula ditengarai sebagai akibat dari ketidakpuasan atas kebijaksanaan Pemerintah RI, menyangkut ideologi Pancasila, yang merupakan sumber perangkat peraturan dan perundangan maupun tatanan hukum NKRI. Namun, bila ditinjau dari berbagai bidang kehidupan, baik itu politik, sosial ekonomi, maupun kemanusiaan, sebenarnya akar permasalahan yang dihadapi masyarakat Aceh memiliki kesamaan, yakni ketidakadilan yang bersumber dari kekeliruan pemerintahan pada masa lalu yaitu sebagai berikut:
1. Ideologi.
Tidak konsisten dan konsekuennya pengamalan ideologi Pancasila, baik di tingkat daerah maupun pusat.
2. Politik.
Belum berfungsinya sistem pemerintah yang mampu mengakomodir tututan rakyat Aceh antara lain mengadili pelaku pelanggaran HAM pada masa DOM.
3. Ekonomi.
Pemerintahan NAD belum mampu menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga masih terdapat kesenjangan.
4. Sosial Budaya.
Adanya kecenderungan memudarnya budaya Aceh yang berorientasi kepada religiusitas masa silam yang terkenal lugu, jujur dan penuh ketaqwaan masyarakat, akibat dari proses sekulerisasi.

Pertahanan dan Keamanan (Hankam).
Permasalahan yang terjadi di bidang hankam disebabkan taktik “Bumi hangus, teror, penculikan dan perampokan” oleh GAM yang secara psikologis sangat mengganggu ketenangan penduduk dan kelancaran jalannya roda Pemerintahan di Aceh.
Agama.
Institusi agama yang dipimpin ulama sering dijadikan pintu masuk dan dimanfaatkan secara politik oleh pihak yang tidak senang dengan NKRI untuk membangkitkan semangat dan kekuatan separatisme.

Identifikasi Akar Masalah.
Dari permasalahan yang dihadapi dapat disimpulkan identifikasi akar masalah pemincu konflik di Aceh yang berkepanjangan dan bersifat multidemensional sebagai berikut :
8 Rasa ketidakadilan dan ketidak-puasan terhadap Pemerintah Pusat.
8 Kekecewaan masa lalu rakyat Aceh.
8 Penghacuran kultur Aceh.
8 Pengaruh eksternal yang memicu timbulnya konflik Aceh.

Konsepsi Penanggulangan Disintegrasi Bangsa Kasus Aceh.
Berpijak pada akar permasalahan yang disimpulkan dari hasil analisis maka selanjutnya disusun suatu konsepsi untuk penanggulangan disintegrasi bangsa kasus Aceh yang terdiri dari kebijakan, strategi dan upaya.
Kebijakan.
1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
2. Pemberdayaan norma dan nilai budaya Aceh dalam penyeleng-garaan pemerintah di NAD.
3. Membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang adil dan sejahtera
4. Mencegah munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa melalui implemen-tasi tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan Penegakkan Hukum secara benar.
5. Menegakkan syariah Islam di Propinsi NAD

Strategi.
1. Dalam rangka membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Menghancurkan pandangan dan ide GAM serta menangkal dan mencegah terpengaruhnya masyarakat NAD dari gerakan separatis
b) Pembangunan politik di NAD serta membangkitkan kebang-gaan nasional pada diri putera-puteri Aceh.
2. Dalam rangka pemberdayaan norma dan nilai budaya Aceh dalam penyelenggaraan pemerintah di NAD, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma Aceh
b) Mengembalikan kultur asli Aceh dalam wujud yang sebenarnya
3. Dalam rangka membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang adil dan sejahtera, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat NAD
b) Membentuk struktur ekonomi NAD yang berkeadilan
4. Dalam rangka Mencegah munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa melalui implementasi tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan penegakkan hukum secara benar, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Mengembangkan Sistem Keamanan Nasional (Siskam-nas) di Aceh yang sesuai dengan pola/budaya kehidupan masyarakat Aceh.
b) Meningkatkan pembinaan territorial dalam rangka menyiapkan tata ruang wilayah pertahanan sebagai media daya tangkal bangsa untuk menanggulangi setiap ancaman.
5. Dalam rangka menegakkan syariah islam di propinsi NAD, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Peningkatan pemahaman dan pengamalan syariah Islam dalam kehidupan bermasya-rakat dan bernegara.
b) Pemberdayaan pranata agama.

Upaya.
Dalam rangka realisasi kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan di atas ke arah yang lebih konkrit, perlu dirumuskan upaya-upaya sebagai manifestasi pelaksanaannya, sebagai berikut :

1. Bidang Ideologi Politik
a) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air, serta rasa persaudaraan agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan masyarakat NAD.
b) Menciptakan iklim politik nasional yang damai, saling kooperatif dan demokratis agar stabilitas politik bisa terjaga.
c) Menyusun peraturan perundang-undangan yang lebih tegas, jelas dan adil terhadap semua pihak yang berkepentingan.
d) Memelihara persebaran penduduk yang proporsional dengan kondisi topografi dan posisi astronomis dalam rangka deteksi dini untuk pengamanan wilayah negara.

2. Bidang Ekonomi
a) Pola pemenuhan kebutuhan pokok, melalui implementasi pengembangan usaha/industri kecil dan menengah.
b) Realisasi program khusus pengentasan kemiskinan.
c) Menciptakan pola distribusi antar kabupaten/kota.
d) Menilai ulang sistem dan prosedur administrasi dana manajemen pembangunan otonomi khusus NAD.
e) Pola investasi melalui penggerakkan kembali roda perekonomian daerah.
f) Mempercepat operasiona-lisasi status Sabang sebagai Pelabuhan Bebas.



3. Bidang Sosbud
a) Melakukan pendekatan-pendekatan kultural.
b) Menampilkan seni budaya Aceh sebagai sebuah pra-konsepsi wilayah Propinsi NAD.
c) Mengembalikan kewenangan adat kepada masyarakat.
d) memunculkan kembali adat istiadat Aceh yang sudah mulai sirna.
4. Bidang Hankam
a) Merumuskan kembali peran dan tanggung jawab semua komponen bangsa dalam menghadapi separatisme.
b) Melakukan upaya-upaya intelijen, teritorial yang dilakukan oleh satuan TNI dan Polri yang profesional.
c) Merumuskan kembali gelar kemampuan dan kekuatan TNI dan Polri sesuai dengan situas dan kondisi NAD.
d) Melaksanakan keseimbangan penerapan hukum.

5. Bidang Agama
a) Membentuk qanun-qanun sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan NAD.
b) Memberdayakan tokoh-tokoh agama dalam negosiasi konflik.
c) Mendekati pihak ulama untuk merebut hati masyarakat.
d) Menciptakan hukum di NAD yang mengakomodir syariah islam.

Penutup.
1. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks akibat akumulasi permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih. Konflik Aceh merupakan salah satu masalah disintegrasi bangsa yang cukup krusial, bersifat multikompleksdan multidimensional. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, namun hasilnya belum signifikan.
2. Menyadari adanya kompleksitas permasalahan, serta adanya keinginan untuk memberikan pemahaman yang utuh, perlu dicari dan dikaji akar permasalahan terjadinya konflik tersebut melalui pendekatan komprehensif integral dengan meninjau berbagai permasalahan diberbagai aspek kehidupan meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan agama.
3. Kondisi yang diharapkan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman disintegrasi bangsa di Aceh, menuntut upaya pembangunan NAD secara komprehensif dan terintegrasi dari berbagai aspek di bidang ideologi dan politik, ekonomi, sosial budaya termasuk agama, dan hankam.
4. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan sekaligus dapat menanggulangi dan mencegah disintegrasi bangsa di Aceh adalah membangun kembali integrasi nasional di wilayah Aceh. Dalam pelaksanaannya sesuai skala prioritas di segala bidang kehidupan dengan kemampuan yang ada, agar Aceh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari NKRI secepatnya dapat terwujud.


definisi ilmu politik

Definisi Ilmu Poltitik


Ilmu Politik merupakan Ilmu yang mempelajari Politik, untuk mengetahui lebih lanjut maka perlulah diketahui definisi Politik itu sendiri, yaitu:

1. Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau
negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut
dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. (Miriam Budiarjo).
2. Politik menyangkut “who gets what, when, and how” (Harold Laswell)
3. Politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masayarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. ( Ramlan Surbakti )
4. Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu
politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan.
5. Sedangkan pendapat Seely dan Stephen leacock, ilmu politik merupakan ilmu
yang serasi dalam menangani pemerintahan.
6. Dilain pihak pemikir francis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai
ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip
pemerintahan, Pendapat ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist.
7. Disisi lain, Lasswell menyetujui ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari pengaruh dan kekuasaan. Ilmu politik adalah cabang ilmu sosial yang membahas teori dan praktik politik serta deskripsi dan analisa sistem politik dan perilaku politik. Ilmu ini berorientasi akademis, teori, dan riset
8. Menurut Bluntschli, Garner dan Frank Goodnow menyatakan bahwa ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari lingkungan kenegaraan, sedangkan pendapat Seely dan Stephen leacock, ilmu politik merupakan ilmu yang serasi dalam menanggani pemerintahan.Dilain pihak pemikir francis seperti Paul Janet menyikapi ilmu politik sebagai ilmu yang mengatur perkembangan Negara begitu juga prinsip- prinsip pemerintahan, Pendapat ini didukung juga oleh R.N. Gilchrist.

pajak penghasilan


PAJAK PENGHASILAN

1.     Pajak Penghasilan Pasal 21
              Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan  kegiatan.

2.     Pemotong PPh Pasal 21
a.    Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b.    Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
c.    Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.
d.    Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
e.    Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
f.      Penyelenggara kegiatan.
3.     Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
a.      Pegawai tetap.
b.      Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
c.      Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
d.      Penerima honorarium.
e.      Penerima upah.
f.        Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).
g.      Peserta Kegiatan.

4.     Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
a.    Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara           asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada  dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan  syarat:
-     bukan warga negara Indonesia dan
-     di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya  tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
b.   Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

5.     Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a.    Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji,uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang  sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b.    Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c.    Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;
d.    Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
e.    Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1.    Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)
2.    Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3.    Olahragawan;
4.    Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.    Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.    Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7.    Agen iklan;
8.    Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9.    Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10. Peserta perlombaan;
11. Petugas penjaja barang dagangan;
12. Petugas dinas luar asuransi;
13. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
14. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
f.      Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.


6.      Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :
a.    Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b.    Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c.    Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d.    Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e.    Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008
Lain-Lain
1.   Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik   diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
2.   Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.
3.   Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
4.   Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.


Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
Tarif dan Penerapannya
1.    Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
-           Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
-           Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,- setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP.
-           Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
-           Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.
2.   Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto
3.   Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Psl 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP perbulan
4.   Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
5.   Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
-      5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000.
-      10% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000.
-      15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 100.000.000 s.d.Rp. 200.000.000.
-      25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000.
            Penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.
6.    Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima  honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.
7.    PTKP adalah :
No
Keterangan
Setahun
1.
Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
Rp. 15.840.000
2.
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp.   1.320.000,-
3.
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
Rp. 15.840.000,-
4.
Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Rp.   1.320.000,-
8.    Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-
15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-
25%
Diatas Rp. 500.000.000,-
30%



Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21
1.    Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
Contoh:
Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji
sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).
Penghitungan PPh Ps. 21
Penghitungan PPh Ps. 21 terutang
Gaji Sebulan = 2.000.000
Pengh. bruto = 2.000.000
Pengurangan
Biaya Jabatan: = 5%x 2.000.000 = 100.000
Iuran pensiun = 25.000
Total Pengurangan = 125.000
Pengh netto sebulan = 1.875.000
Pengh. Netto setahun 12 x 1.875.000 = 22.500.000
PTKP setahun:
WP sendiri = 15.840.000
Tambahan WP kawin = 1.320.000
Total PTKP = 17.160.000
PKP setahun = 5.340.000
PPh Ps. 21 = 5 % x 5.340.000 = 267.000
PPh Ps. 21 sebulan = 22.250







2.  Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
Contoh:
Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-
Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000
Pengurangan
Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.900.000
Penghasilan Netto setahun = Rp. 22.800.000
PTKP(K/1) = Rp. 18.480.000
PKP = Rp. 4.320.000
PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = Rp. 216.000
PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) = Rp. 18.000


3.  Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
Contoh :
Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,00 menerima THR sebesar Rp. 600.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0)
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000
THR = Rp. 600.000
Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 27.000.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 27.000.000 = 1.350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000
Penghasilan netto setahun Rp. 25.350.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 8.190.000
PPh Ps. 21 terutang:
5% x 8.190.000 = Rp. 409.500
PPh Pasal 21 atas gaji
Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000 = Rp. 26.400.000
Pengurangan:
Biaya Jabatan: 5%x 26.400.000 = 1350.000
Iuran pensiun 12x25.000 = 300.000
Total Pengurangan = Rp. 1.650.000
Penghasilan netto setahun Rp. 24.750.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 7.590.000
PPh Ps. 21 terutang: 5% x 7.590.000 = Rp. 379.500
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji:
= Rp. 409.500,00 - Rp. 379.500,00
= Rp. 30.000,00
4.   Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
Contoh :
Ali seorang penceramah memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5%xRp.1.000.000,00 = Rp. 50.000,00

5.   Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
Contoh:
Tri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya, dalam bulan April 2009 menerima komisi sebesar Rp. 750.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,00 = Rp. 37.500,00

6.   Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.
Contoh:
Ali pemain tenis yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,00  PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah :
5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,-

7.   Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Contoh :
Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,00 dari PT.Abang sebagai imbalan atas jasa teknik.

Penghitungan PPh Pasal 21 :
15% x 50% x Rp. 20.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00

8.   Penghasilan atas Upah Harian.
Contoh :
Eko pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. la bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
Upah sehari = Rp. 120.000,00
Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,00
PKP Sehari = Rp. 0,00
PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,00) = Rp. 0,00

9.   Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.
Contoh :
Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana  Pensiun “ X” Rp. 70.000,000.
Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000
Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000,
PPh Pasal 21 terutang:
5% x Rp. 45.000.000,00                = Rp. 2.250.000,-
Jumlah PPh Pasal 21 terutang          = Rp. 2.250.000,-