Jumat, 19 Agustus 2011

Konflik, Disintegrasi, dan Intregrasi Bangsa: Konflik Aceh



Oleh:

HARIYADI


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM LAMADDUKELLENG
SENGKANG KABUPATEN WAJO

Pendahuluan

Perkembangan situasi global yang berdampak langsung terhadap politik nasional dari waktu ke waktu, turut pula mewarnai konflik yang berkepan-jangan Aceh, dimulai sejak masa perjuangan melawan penjajah Belanda, proklamasi kemerdekaan RI hingga bangsa Indonesia melak-sanakan pembangunan untuk mengisi kemerdekaan dalam wadah NKRI. Kurang tepat atau kelirunya kebijakan Pemerintah RI dalam penanganan Aceh selama ini merupakan titik krusial, yang dimanfaatkan oleh gerakan separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan melancarkan diplomasi di luar negeri maupun memperkuat sayap militernya di dalam negeri. Upaya-upaya tersebut mengarah kepada penguatan posisi (bargaining power) GAM vis-à-vis Pemerintah RI, termasuk membawa masalah Aceh ke forum internasional.
Berbagai upaya telah dijalankan Pemerintah di Aceh, baik di masa Orde Baru maupun Era Reformasi melalui jeda kemanusiaan sampai gelar operasi militer, belum mampu mengakhiri konflik secara sempurna dan belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam kerangka penyelesaian konflik Aceh secara menyeluruh. Tuntutan memisahkan diri dari NKRI semakin kental, bahkan lebih sebagai akumulasi kekecewaan dari pada sebuah pencarian solusi.
Kenyataan di atas menunjukkan bahwa masalah konflik Aceh merupakan masalah yang multi kompleks dan multi dimensional, akumulasi dari persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan kemanusiaan yang bersumber dari ketidakadilan, sehingga penyelesaian masalah Aceh diharapkan dapat diselesaikan secara komprehensif, menggunakan pendekatan multidimensi dan tidak hanya bersifat jangka pendek (ad-hoc) tetapi juga jangka panjang.
Konflik yang berkepanjangan di Aceh semula ditengarai sebagai akibat dari ketidakpuasan atas kebijaksanaan Pemerintah RI, menyangkut ideologi Pancasila, yang merupakan sumber perangkat peraturan dan perundangan maupun tatanan hukum NKRI. Namun, bila ditinjau dari berbagai bidang kehidupan, baik itu politik, sosial ekonomi, maupun kemanusiaan, sebenarnya akar permasalahan yang dihadapi masyarakat Aceh memiliki kesamaan, yakni ketidakadilan yang bersumber dari kekeliruan pemerintahan pada masa lalu yaitu sebagai berikut:
1. Ideologi.
Tidak konsisten dan konsekuennya pengamalan ideologi Pancasila, baik di tingkat daerah maupun pusat.
2. Politik.
Belum berfungsinya sistem pemerintah yang mampu mengakomodir tututan rakyat Aceh antara lain mengadili pelaku pelanggaran HAM pada masa DOM.
3. Ekonomi.
Pemerintahan NAD belum mampu menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga masih terdapat kesenjangan.
4. Sosial Budaya.
Adanya kecenderungan memudarnya budaya Aceh yang berorientasi kepada religiusitas masa silam yang terkenal lugu, jujur dan penuh ketaqwaan masyarakat, akibat dari proses sekulerisasi.

Pertahanan dan Keamanan (Hankam).
Permasalahan yang terjadi di bidang hankam disebabkan taktik “Bumi hangus, teror, penculikan dan perampokan” oleh GAM yang secara psikologis sangat mengganggu ketenangan penduduk dan kelancaran jalannya roda Pemerintahan di Aceh.
Agama.
Institusi agama yang dipimpin ulama sering dijadikan pintu masuk dan dimanfaatkan secara politik oleh pihak yang tidak senang dengan NKRI untuk membangkitkan semangat dan kekuatan separatisme.

Identifikasi Akar Masalah.
Dari permasalahan yang dihadapi dapat disimpulkan identifikasi akar masalah pemincu konflik di Aceh yang berkepanjangan dan bersifat multidemensional sebagai berikut :
8 Rasa ketidakadilan dan ketidak-puasan terhadap Pemerintah Pusat.
8 Kekecewaan masa lalu rakyat Aceh.
8 Penghacuran kultur Aceh.
8 Pengaruh eksternal yang memicu timbulnya konflik Aceh.

Konsepsi Penanggulangan Disintegrasi Bangsa Kasus Aceh.
Berpijak pada akar permasalahan yang disimpulkan dari hasil analisis maka selanjutnya disusun suatu konsepsi untuk penanggulangan disintegrasi bangsa kasus Aceh yang terdiri dari kebijakan, strategi dan upaya.
Kebijakan.
1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
2. Pemberdayaan norma dan nilai budaya Aceh dalam penyeleng-garaan pemerintah di NAD.
3. Membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang adil dan sejahtera
4. Mencegah munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa melalui implemen-tasi tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan Penegakkan Hukum secara benar.
5. Menegakkan syariah Islam di Propinsi NAD

Strategi.
1. Dalam rangka membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Menghancurkan pandangan dan ide GAM serta menangkal dan mencegah terpengaruhnya masyarakat NAD dari gerakan separatis
b) Pembangunan politik di NAD serta membangkitkan kebang-gaan nasional pada diri putera-puteri Aceh.
2. Dalam rangka pemberdayaan norma dan nilai budaya Aceh dalam penyelenggaraan pemerintah di NAD, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma Aceh
b) Mengembalikan kultur asli Aceh dalam wujud yang sebenarnya
3. Dalam rangka membangun desain ekonomi menuju masyarakat NAD yang adil dan sejahtera, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat NAD
b) Membentuk struktur ekonomi NAD yang berkeadilan
4. Dalam rangka Mencegah munculnya konflik dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa melalui implementasi tugas-tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan penegakkan hukum secara benar, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Mengembangkan Sistem Keamanan Nasional (Siskam-nas) di Aceh yang sesuai dengan pola/budaya kehidupan masyarakat Aceh.
b) Meningkatkan pembinaan territorial dalam rangka menyiapkan tata ruang wilayah pertahanan sebagai media daya tangkal bangsa untuk menanggulangi setiap ancaman.
5. Dalam rangka menegakkan syariah islam di propinsi NAD, dilaksanakan strategi sebagai berikut :
a) Peningkatan pemahaman dan pengamalan syariah Islam dalam kehidupan bermasya-rakat dan bernegara.
b) Pemberdayaan pranata agama.

Upaya.
Dalam rangka realisasi kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan di atas ke arah yang lebih konkrit, perlu dirumuskan upaya-upaya sebagai manifestasi pelaksanaannya, sebagai berikut :

1. Bidang Ideologi Politik
a) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air, serta rasa persaudaraan agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan masyarakat NAD.
b) Menciptakan iklim politik nasional yang damai, saling kooperatif dan demokratis agar stabilitas politik bisa terjaga.
c) Menyusun peraturan perundang-undangan yang lebih tegas, jelas dan adil terhadap semua pihak yang berkepentingan.
d) Memelihara persebaran penduduk yang proporsional dengan kondisi topografi dan posisi astronomis dalam rangka deteksi dini untuk pengamanan wilayah negara.

2. Bidang Ekonomi
a) Pola pemenuhan kebutuhan pokok, melalui implementasi pengembangan usaha/industri kecil dan menengah.
b) Realisasi program khusus pengentasan kemiskinan.
c) Menciptakan pola distribusi antar kabupaten/kota.
d) Menilai ulang sistem dan prosedur administrasi dana manajemen pembangunan otonomi khusus NAD.
e) Pola investasi melalui penggerakkan kembali roda perekonomian daerah.
f) Mempercepat operasiona-lisasi status Sabang sebagai Pelabuhan Bebas.



3. Bidang Sosbud
a) Melakukan pendekatan-pendekatan kultural.
b) Menampilkan seni budaya Aceh sebagai sebuah pra-konsepsi wilayah Propinsi NAD.
c) Mengembalikan kewenangan adat kepada masyarakat.
d) memunculkan kembali adat istiadat Aceh yang sudah mulai sirna.
4. Bidang Hankam
a) Merumuskan kembali peran dan tanggung jawab semua komponen bangsa dalam menghadapi separatisme.
b) Melakukan upaya-upaya intelijen, teritorial yang dilakukan oleh satuan TNI dan Polri yang profesional.
c) Merumuskan kembali gelar kemampuan dan kekuatan TNI dan Polri sesuai dengan situas dan kondisi NAD.
d) Melaksanakan keseimbangan penerapan hukum.

5. Bidang Agama
a) Membentuk qanun-qanun sebagai aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan pemerintahan NAD.
b) Memberdayakan tokoh-tokoh agama dalam negosiasi konflik.
c) Mendekati pihak ulama untuk merebut hati masyarakat.
d) Menciptakan hukum di NAD yang mengakomodir syariah islam.

Penutup.
1. Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks akibat akumulasi permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih. Konflik Aceh merupakan salah satu masalah disintegrasi bangsa yang cukup krusial, bersifat multikompleksdan multidimensional. Berbagai upaya penyelesaian telah dilakukan, namun hasilnya belum signifikan.
2. Menyadari adanya kompleksitas permasalahan, serta adanya keinginan untuk memberikan pemahaman yang utuh, perlu dicari dan dikaji akar permasalahan terjadinya konflik tersebut melalui pendekatan komprehensif integral dengan meninjau berbagai permasalahan diberbagai aspek kehidupan meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan agama.
3. Kondisi yang diharapkan untuk mencegah dan menanggulangi ancaman disintegrasi bangsa di Aceh, menuntut upaya pembangunan NAD secara komprehensif dan terintegrasi dari berbagai aspek di bidang ideologi dan politik, ekonomi, sosial budaya termasuk agama, dan hankam.
4. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mencapai kondisi yang diharapkan sekaligus dapat menanggulangi dan mencegah disintegrasi bangsa di Aceh adalah membangun kembali integrasi nasional di wilayah Aceh. Dalam pelaksanaannya sesuai skala prioritas di segala bidang kehidupan dengan kemampuan yang ada, agar Aceh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari NKRI secepatnya dapat terwujud.


1 komentar:

  1. vinoclass-arts - Vitanium Arts
    2020 in a can titanium rings be resized glass, titanium grey vinoclass-arts.com. Vitodomart · titanium flat iron VINOCOLINA titanium razor · VINOCOLINA · VINOCOLINA · VINOCOLINA. titanium gravel bike

    BalasHapus